Tuesday, December 09, 2008

Where Rainbow Ends

Beberapa hari ini saya sedang membaca sebuah novel berjudul "Where Rainbow Ends" (Di Ujung Pelangi).
Buku ini bercerita tentang persahabatan dua orang anak sejak mereka kecil sampai dewasa, Rosie Dunne dan Alex Stewart. Mereka bersahabat sejak berumur 5 tahun sampai mereka sama-sama dewasa, berkeluarga dan punya anak. Selama persahabatan mereka yang bertahun-tahun itu mereka selalu saling bercerita tentang kehidupan mereka walaupun terpisah di dua benua. Alex tinggal di Boston, Amerika Serikat, sedangkan Rosie tinggal di Dublin, Irlandia. Selama bertahun-tahun itu pula mulai tumbuh perasaan lain selain rasa sayang seorang sahabat. Saat menyadari perasaan ini Rosie pun menunjukkan nya pada Alex, tapi sayangnya saat itu Alex telah memiliki Sally yang akan dinikahinya. Tak lama setelah itu Rosie pun bertemu dengan Greg yang juga kan dinikahinya.
Beberapa tahun sesudahnya mereka masih terus berkirim kabar, berbagi cerita tentang berbagai hal. Sampai akhirnya Alex dan Sally memutuskan untuk berpisah. Rosie selalu menghibur Alex saat masalh ini datang. Sampai akhirnya Alex menyadari bahwa ia sangat mencintai Rosie. Saat Alex menulis surat untuk mengungkapkan perasaannya ini, surat ini tidak sampai pada Rosie, malah dibaca oleh Greg yang saat itu langsung marah pada Alex dan memintanya untuk menjauhi Rosie. Tapi itu tidak dilakukannya, ia tetap berhubungan dengan Rosie melalui surat, email dan telepon, tapi ia tidak pernah lagi mengungkit-ungkit perasaannya itu. Akhirnya Bagaimana? Saya juga belum tahu, karena saya belum menyelesaikannya...

Tapi cerita ini mengingatkan saya pada kisah saya sendiri. Saya bersahabat dengan seseorang, memang belum selama persahabatan Rosie dan Alex, tapi kami cukup dekat. Bahkan bagi saya dia adalah orang pertama yang akn saya beritahu jika saya menghadapi suatu masalah dan butuh saran.
Dulu, mungkin sekitar enam tahun yang lalu, sahabat saya yang lain mengatakan bahwa si sahabat saya ini menyukai saya, saat itu saya hanya menganggap dia sebagai sahabat, tidak lebih. Jadi saya pun secara tidak langsung menolak dia. Waktu itu kami sempat tidak berhubungan dan berkirim kabar beberapa bulan, mungkin enam bulan, saya juga tidak terlalu ingat. Saat itu saya merasanya sangat kehilangan sahabat saya, ingin bercerita tapi takut masih merasa tidak enak. Tapi Alhamdulillah, akhirnya semua kembali seperti biasa, kami mulai saling berkirm email lagi, ber-SMS, kadang saling telepon. Sampai saat ini dia masih menjadi orang yang paling dulu saya hubungi diantara teman-teman saya jika saya butuh saran. Bahkan kalau saya sedang suka pada seseorang, saya tidak tahu bagaimana perasaannya saat saya bercerita tentang yang satu ini. Penasaran juga. Tapi jujur saja, saat dia becerita tentang perempuan yang sedang didekatinya, ada sedikit rasa cemburu yang saya rasakan. Tapi bagi saya, jika sahabat saya bahagia, saya akan sangat berbahagia...

May our friendship lasts forever...

0 comments: