Thursday, February 24, 2011

On Love and Friendship

if you read my previous posts, you'll see that I'm a believer of Friends, let alone best friends, especially when it's between the opposite sex, can't purely be 'friendship'.

It's not just me, giving cynical judgement. It's just what actually happened in my love life.

So, here's the story. Last Friday, just after me and my bestfriends went to have fun at Dunia Fantasi, Ancol, My best friend, the one I was talking about in my previous post, read my blog with smiling and happy face. But that time he didn't say anything. because there was my other friends in the car. So, in the break of dawn on Saturday I text him "I wanna talk to you abaout what I wrote. I don't want you to feel uncomfortable about it."
About two hours later he replied "It's alright. last night, it just caught me by surprise. It takes time, if not whatever I do now will be meaningless. I hope you'd understandit and that nothing will ever change in our lifelong friendship." Then I replied (don't really remember my words) that I'd understand and be very patient to wait for what ever he's gonna do. then another reply came "Yeah, just let it flow ya za. And when the time is right, you should know that I'll definitely be the one who fight for it. You are indeed one of the most important person in my life, besides my family. And I hope it tells you something.."

So here I am a week later, still waiting for him to make a move. But then again, I'll wait for the longest time that I can bare to wait, cause you're worth the wait dear.. *Hugs for E :P

Thursday, February 17, 2011

Boy Meets Girl --> Lovers

I've been in love with this guy for quite a while now. He's one of my oldest best friend. I've known him all my life. The thing is, I've had rejected him years ago, back when we were just teenagers. But now we're all grown ups.

Sometime around 2009 and 2010, I got these questions stuck in my head. If I met someone new, why do I keep comparing these new dudes with my best friend? It's weird. It's like he's all I ever wanted in a guy. But then again, I'm just too proud to admit it.

There are sooo many novels and romantic comedy about this situation, friends --> best friends --> lovers.

And this theme is my favorite theme for movies or novels that I watch or read. The problem is, knowing that most friendship between boys & girls will never be 'pure' friendship. I became more and more in denial about it.

But as I grew older, I tend to compromise. I thought, I'm nearly 25 y.o and still single with no wedding possibilities soon. While in Indonesia, my age is a common age when girls turned to be a wife. But actually I don't really give a damn about what people think, as long as I'm happy and my parents aren't forcing me to get married soon.

But the thing is, I've never been lucky in this department. I've always fallen for someone whose not having mutual feelings for me. It's like happening all the time. As I've said before, I don't fall in love easily. It can take months or even years to make me fall for a guy. But then again, I'm never lucky in this relationship thingy.

It has almost been a year that I've stopped my search and start building a better relationship with my best friend. It's not that I want to marry him right away. It's just I wanna make it possible for us to at least try, to make it work. Where ever it'll go.

So, if you read this, why don't you just ask me, and I would've said yes.
But if it's me whose gonna ask you, then it's gonna take more time, I need the courage to do so. It's not easy, and sometimes it hurts to miss you so bad.

Sunday, February 13, 2011

Mamaku Setangguh Karang


Mama, orang yang paling saya kagumi di dunia ini. Dengan kesabaran dan ketegarannya selalu bisa mendampingi Papa saat dalam kondisi apapun. Sabar dengan keluhan-keluhan abang yang terkadang saya rasa sangat menyebalkan. Sabar dengan saya yang kebanyakan maunya.

Mama orang yang amat sangat tenang dan sabar. Apapun yang dihadapinya selalu berusaha ia tuntaskan sendiri. Bahkan jika itu sebuah penyakit yang mengerikan. Jadi itulah yang terjadi. Dua minggu lalu Mama menjalani operasi pada paru-parunya, karena ada nodule yang divonis sebagai kanker, yang pada saat dilakukan PET Scan terlihat ganas.

Nodule ini terlihat saat Mama melakukan Medical Check Up di RS tempat ia bekerja pada pertengahan Desember lalu. Namun karena begitu banyak hal terjadi di beberapa minggu setelah pemerikasaan (keponakan saya yang kedua meninggal dunia) Mama baru mengetahui hasilnya pada akhir Desember. Hasil itu pun hanya disimpannya sendiri, ia berkonsultasi kemana-mana. Sampai akhirnya mengirimkan semua hasil pemeriksaan pada Wak Aziz yang seorang dokter dan profesor di Jakarta.

Sampai saat itu Papa pun belum tahu keadaan Mama ini. Apalagi saya, abang dan kakak ipar saya.

Saya sibuk dengan berlibur. Karena saat itu sedang libur semester. Sibuk bertemu teman-teman, sibuk merencanakan apayang akan saya lakukan sampai kembali kuliah, dan tentunya sibuk dengan acara pernikahan sepupu saya di Bangkinang dan Bandung.

Berita mengejutkan ini saya terima dari Tante Welly di Bandung saat hendak menghadiri resepsi pernikahan sepupu saya itu. Saat Tante bertanya, "Mama sakit apa sih Za? katanya mau dioperasi ya?", jelas saja saya bingung. Tidak terbayang sama sekali Mama benar- benar sakit. Dua minggu sebelumnya Mama terlihat sehat wal afiat sibuk bermain dengan keponakan saya, Ali, dan tetap bekerja seperti biasanya.

Memang ada yang agak mencurigakan, beberapa hari setelah saya sampai di Pekanbaru saya menemukan print-out pembelian tiket pesawat menuju Jakarta milik Mama. Biasanya Mama selalu cerita kalau mau kemana-mana. Mau pelatihan atau jalan-jalan kemana pun pasti dia bercerita pada saya, bahkan biasanya menawari saya untuk ikut serta. Tapi kali ini perjalanan ke Jakarta ini seperti disembunyikan dari saya. Saat itu saya biasa saja, saya pikir Mama hanya belum sempat cerita. Ketika saya tanya ada acara apa di Jakarta, saya hanya menebak Mama akan pelatihan, Mama hanya bilang " Iya, di Kelapa Gading."

Setelah Mama ke Jakarta, saya biasa saja, menelpon Mama atau Papa sesekali. SMS pun hanya sesekali atau jika ada yang harus saya tanyakan.

Saya liburan seperti biasanya, seperti tidak terjadi apa-apa. Menikmati hari libur saya di rumah, melakukan apa yang bisa dilakukan. Dan tentunya reuni kecil-kecilan dengan beberapa teman kerja dan teman sekolah.

Saya bahkan pernah mengeluh melalui akun Twitter saya, kesal, saya ingin liburan sama Mama di Pekanbaru, tapi Mama malah ke Jakarta, dadakan pula.

Saat mendengar berita ini pertama kali, saya sama sekali tidak percaya. Saya amat sangat yakin, Mama sehat-sehat saja. Saya bahkan berkata pada Oom dan Tante saya di Bandung, mungkin Papa yang mau operasi, karena beberapa bulan sebelumnya Papa sempat akan dioperasi, tapi tidak jadi.

Jujur saya bingung harus bagaimana. Keesokan harinya, saya memutuskan untuk meng-SMS Mama, bertanya secara detail apa yang terjadi, Mama sakit apa? Operasi apa? Karena balasannya lama, saya menelpon Mama, barulah Mama bercerita panjang lebar. Pada akhir percakapan singkat di telpon itu Mama bilang, "Mama gak apa-apa kok Za, Zaza doain aja. Acara di Bandungnya dilanjutin aja, jangan sampai ganggu liburannya ya..".
Mendengarnya saya sedih, merasa bersalah. Saya bersenang-senang, sementara Mama harus menjalani segala pemeriksaan untuk mengetahui penyakit apa yang Mama derita.

Mama dengan tabah dan tenangnya memutuskan untuk tetap menghadiri resepsi pernikahan kakak sepupu saya di Bandung. Padahal hari Selasa (01/02/2011), Mama sudah harus menjalani operasinya. Saat bertemu Mama di Bandung, jujur saya sedih, ingin rasanya menangis tersedu-sedu. Tapi saya tahan, saya berusaha kuat, belajar dari Mama yang saat itu terlihat biasa saja.

Kakak-kakak Mama bertanya-tanya pada saya. Memberi tatapan prihatin, bahkan memeluk saya. Saya hanya tersenyum miris sambil memohon doa mereka.

Saat Mama akan dioperasi, hampir semua saudara kandung Mama yang berjumlah 11 orang hadir. Sejak jam 6 pagi sudah ada saudara yang datang ke kamar Mama di RS MMC saat itu. Dukungan moral yang mereka berikan sangat berarti. Mama juga bersikap biasa saja, seakan-akan saat itu kami sedang arisan keluarga bercanda dan tertawa seperti biasanya.

Tapi saat Suster datang untuk mempersiapkan Mama untuk dioperasi, saya melihat ketakutan di wajah Mama, hanya sekelebat. Yang menangis tak tertahan justru Papa, yang hampir tidak pernah saya lihat meneteskan air mata. Saya mengantar Mama sampai ke depan Kamar Operasi. Saya peluk dan cium Mama, saya bilang "Bismillah Ma, insyaallah gak apa-apa." Walau dalam hati saya ketakutan setengah mati, Mama mulai ikut menangis.

Operasi berlangsung kurang lebih 3 jam. Semua menunggu di dekat kamar operasi. Ada yang membaca Surah Yasin, ada yang mengobrol dan bercanda, Saya hanya bisa terus berdoa dan berzikir untuk Mama.
Kira-kira 45 menit setelah operasi dimulai, seorang perawat memanggil keluarga Mama. Saya langsung memanggil Papa dan mengikutinya ke dalam. Ternyata nodule itu sudah berhasil dikeluarkan, utuh, volumenya sekitar 6.5 centimeter kubik, seperti hati ayam dan ditutupi selaput.
Mereka bilang, sebelum dikirim ke bagian Patologi Anatomi, keluarga harus melihat dulu. Setelahnya kami menunggu sekitar 40 menit untuk hasil pemeriksaan PA. Selama 40 menit itu, Mama menunggu di ruang operasi, masih dalam keadan dibius, dengan luka terbuka. Menunggu apakah ada keganasan pada nodule tersebut. Alhamdulillah, nodule itu bukan kanker, tapi radang kronis. Dan tidak ada tulang Mama yang harus dipotong, walaupun ada tulang iga Mama yang retak.
Setelah operasi, Mama menghabiskan sekitar 13 jam di ICU. Lalu kembali ke kamar perawatan biasa. Mama cepat pulih, mungkin karena Mama memang sebenarnya masih "sehat" saja. Empat hari saya habisnya hampir 24 jam di kamar RS Mama, menemani Mama ngobrol, menyuapi dan membantu memanggil Perawat jika dibutuhkan.
Alhamdulillah tidak ada komplikasi apapun. Pada hari ke 4 setelah operasi Mama sudah diizinkan pulang ke rumah. Beristirahat di rumah, walaupun masih sering kesakitan, Mama tidak pernah menunjukkannya secara berlebihan. Mama tetap kuat dan semangat, ingin mengikuti saran dokter untuk banyak bergerak.

Saat ini, hampir dua minggu setelah operasi, Alhamdulillah Mama sudah pulih. Sudah bisa jalan-jalan, naik turun tangga, bahkan semangat jalan-jalan ke Mall :D

Untuk Mama, yang selalu sabar, kuat dan optimis. Kami selalu bersama Mama, berdoa untuk Mama dan mendukung Mama. Saya pun belajar untuk bisa seperti Mama, sabar, kuat dan optimis, apapun yang dihadapi. We'll always love you Mum :)

*Terima Kasih untuk teman-teman, sahabat, sanak saudara yang telah hadir di RS dan mengunjungi di rumah. Atas doa dan perhatiannya untuk Mama.
Terima kasih yang amat sangat banyak untuk Wak Prof. dr. Abdul Aziz Rani, SpPD(KGEH) atas bantuannya selama pengobatan Mama dan menyiapkan tim dokter terbaik untuk menangani Mama.

**I wrote this while weeping like a baby :'(

Empat Musim Cinta

Saya jarang membaca kumpulan cerpen, entah kenapa. Mungkin karena saya sering merasa ceritanya 'gantung'. Tapi terkadang, kalau ada review bagus dari teman- teman atau sang penulis promonya gencar, saya tentu akan penasaran.
Pertama tertarik baca kumcer ini karena salah satu penulisnya adalah Adhitya Mulya, penulis Jomblo dan salah satu penulis di novel Traveler's Tale: Belok Kanan Barcelona, novel traveling favorite saya.

Setelah membaca sampai tuntas ke-16 cerita yang ada di kumcer ini. Saya sama sekali tidak kecewa, hanya saja, seperti saya sebutkan tadi, ada beberapa cerita yang 'gantung' atau bahkan bikin mikir berkali-kali, ini maksudnya apa sih?

Dari semua cerpen yang ada di kumcer Empat Musim Cinta ini, favorit saya adalah "Sekeping Hati yang Tersisa" karya S.A.Z Al-Fansyour. Ceritanya sederhana tapi menyentuh, dan mengharukan. Tapi saya tetap bertanya- tanya apakah tokohKelana mengalami kebutaan sampai tidak mengenali si gadis di taman?

Cerita-cerita lainnya juga menarik, melihat cinta dari berbagai sudut, membuat kita berpikir bahwa cinta dapat kita berikan dan kita dapatkan dari mana saja, tidak hanya kekasih, teman atau keluarga terdekat kita. Cinta ada dimana- mana. Bahkan empat musim cinta pun tak cukup mendeskripsikan semua bentuk cinta itu.